Bagi pasangan yang sudah memiliki buah hati, segala hal yang menyangkut si kecil tentu jadi prioritas. Kadang, itu sampai menyisihkan kesenangan pribadi atau quality time bersama pasangan. Meskipun sebenarnya tak ada salahnya bila kita menyelipkan waktu untuk beraktivitas bersama pasangan agar bisa bicara dari hati ke hati.

Itulah salah satu alasan teman kami, Prisya dan Adid, melakukan perjalanan berdua saja–walau tentu sulit mengelakkan rasa rindu dari kedua putra mereka, Atharjahja dan Bhamaskaja. Karena bagi keduanya, perjalanan ini juga tak kalah penting untuk cerita mereka di masa depan. Prisya berbagi cerita perjalanannya bersama sang suami dengan latar kota tua Kanazawa yang indah.

Bulan lalu, saya dan suami memutuskan berlibur berdua saja untuk merayakan ulang tahun pernikahan kami. Ini untuk yang pertama kalinya setelah lima tahun menikah. Kami melakukan perjalanan tanpa mengajak anak-anak.

Saya tiba di Kanazawa sekitar pukul 11 siang waktu Jepang. Indahnya gerbang kayu besar di Kanazawa Station menyambut kami waktu itu. Inilah salah satu stasiun terbesar dan termegah di Jepang. Hiruk-pikuk terlihat cukup jelas, begitu pun kesibukan masyarakat, sangat kasat mata. Pemandangan itu membuat saya terkagum-kagum. Saya kira, Kanazawa lekat dengan suasana pedesaan, ternyata tidak sama sekali.

Apa yang berbeda dari Kanazawa? Meski telah menjadi kota modern, kota ini tetap sarat dengan kesan lawas yang kental. Di antara gedung-gedung tinggi dan megahnya stasiun Kanazawa, ada sesuatu yang kota ini sembunyikan. Sesuatu yang padat akan cerita dan sejarah.

Dalam perjalanan kami menuju ke penginapan, Masaki-san, pemilik Guest House Pongyi tempat kami akan menginap, menyampaikan kepada saya dan Adid bahwa letak penginapannya hanya berjarak 7 menit berjalan kaki dari Stasiun Kanazawa. Penginapan itu adalah sebuah bangunan tradisional tua dengan cat warna merah marun yang cukup mencolok dibandingkan rumah-rumah di sebelahnya. Guest House Pongyi semula merupakan pabrik kimono yang telah berusia 140 tahun.

Guest House Pongyi didirikan delapan tahun lalu oleh Masaki-san, seorang pria Jepang yang sempat menghabiskan waktunya melakukan training biksu di Mongolia. Inilah yang membuatnya menamakan penginapannya Pongyi karena ia bercita-cita memberikan rasa damai bagi orang-orang yang bermalam di rumah singgahnya. Di sana, ia memperlakukan tamu-tamunya seperti keluarga.

Saat memasuki ruang tamu, terdapat foyer kecil yang ukurannya hanya sekitar 1×1 meter, berisi sepatu-sepatu milik tamu dan juga tanaman hias. Kami baru bisa check in pada pukul  3 sore, jadi kami berencana menitipkan koper di resepsionis sebelum berkeliling Kanazawa.

Hari itu, kami mempunyai janji untuk bertemu dengan seorang fotografer bernama Keiko. Ia berasal dari Osaka, yang sengaja datang ke Kanazawa untuk mengabadikan momen saya dan suami. Untuk sampai ke titik pertemuan, kami melaju menggunakan Hakutetsu Bus, sebuah shuttle bus yang rutenya melintasi area-area turis di Kanazawa. Jadi, terasa begitu memudahkan. Perjalanan ke area kerajaan tersebut tak sampai memakan waktu sepuluh menit. Kanazawa begitu tenang dan syahdu, apalagi dengan suhu rendah yang mencapai lima derajat pada waktu itu.

Kami memilih Higashi Chaya District sebagai titik awal, salah satu kompleks tertua di Kanazawa yang juga masih menyuguhkan tea house yang lengkap dengan pertunjukan Geisha. Seraya kami berjalan, sesi foto pun dimulai.

Saya yang awalnya sempat khawatir terlihat canggung, ternyata sangat dimudahkan dengan sikap dan pembawaan Keiko yang begitu profesional. Ia membuat saya dan Adid merasa sangat nyaman hingga rasanya tak ingat bahwa kami tengah difoto. Kami melewati rumah-rumah dan juga restoran yang masih kental dengan arsitektur tradisional, cerminan budaya yang masih dipertahankan sejak zaman Edo. Setelah puas, perjalanan kami lanjutkan ke area Istana Kanazawa.

Konrakuen Garden menjadi lokasi berikutnya di dalam daftar kami. Sebuah taman kerajaan berisi deretan pohon plum dan juga Sakura, yang kala itu baru saja kehilangan tumpukan salju dari dahan-dahannya.

Saya dan suami menyusuri taman sambil mengobrol tentang banyak hal, terutama hal-hal krusial yang memang harus dibicarakan, seperti arah didikan kami terhadap anak-anak yang sudah mulai besar, seberapa jauh mereka akan bersinggungan dengan gadget, kebiasaan traveling yang ingin kami bangun tanpa membuat mereka menjadi manja, hingga bagaimana mengatur keuangan agar semua bisa berjalan sesuai rencana. Percakapan yang sesungguhnya penting, tetapi sulit untuk benar-benar kami lakukan apabila tidak menghabiskan waktu berdua saja.

Sambil terus berjalan, saya sungguh-sungguh tidak merasa bahwa kami sedang difoto. Rasanya sangat berbeda dengan dahulu ketika kami melakukan foto pre-wedding di kota Bandung. Waktu itu, rasanya kami begitu reckless–rasa canggung dan excited bercampur menjadi satu. Kami begitu optimistis terhadap pernikahan, tanpa benar-benar tahu apa yang sesungguhnya akan kami jalani.

Sekarang, kami telah berada di tahun kelima berumah tangga. Kami sengaja menitipkan anak-anak kepada orangtua untuk sebentar merayakan kehidupan. Bersyukur tetapi juga menerima, apa adanya. Semangat tidak lagi sebesar dulu, tetapi ada rasa pasrah yang terasa nyaman. Kami belajar menerima keadaan, sekaligus memberanikan diri untuk merayakan. Dan di sini, di Kanazawa, kami mengenang apa yang telah kami lalui bersama. Saya sungguh bersyukur dengan apa yang telah kami dapatkan di Kanazawa. Bagi saya, ini mungkin sama seperti mendengarkan kembali suara musik yang lama tersimpan di dalam diri.

 

*photos courtesy of Raden Prisya
*Prisya & Adid couple’s photos by Keiko Kosaka

ABOUT PRISYA
Seorang istri dan ibu dari 2 anak laki-laki. Prisya menghabiskan hari-harinya sebagai ibu rumah tangga sambil merintis label busana hamil dan menyusui berlabel Matroishka. Sempat berkarier di majalah Dewi dan Amica Indonesia, hingga kini menulis selalu menjadi salah satu passion terbesar bagi Prisya yang juga tak pernah lepas dari momen me-time-nya. Lihat cerita Prisya lainnya di akun Instagram @radenprisya dan blog Radenprisya.com.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: