READING

KEMBALI KE RUTINITAS DENGAN LEGA

KEMBALI KE RUTINITAS DENGAN LEGA

Tadi malam, saya dan keluarga akhirnya kembali lagi ke rumah setelah dua minggu ngumpul bersama mertua dan para ipar di Balikpapan. Setiap libur Lebaran, saya dan suami rasanya selalu memilih gaya santai. Ini salah satu liburan utama yang saya tunggu setiap tahunnya, karena suami bisa bersama kami selama paling nggak dua minggu penuh. Mengingat Baba kalau kerja bisa dari pagi sampai larut malam, dan akhir pekan pun masih suka ngantor. Ini kemewahan setahun sekali.

Nah, sekarang balik lagi ke rutinitas kami dengan ekstra pe-er.

Ektra pe-er kami ya sama kok dengan yang lain, rumah dengan asisten rumah tangga yang belum kembali. Bahkan tadi malam saya baru dapat kabar kalau si mba -yang baru kerja sebulan dengan kami- nggak balik lagi. Ayo, tunjuk tangan yang senasib dengan saya!

Sampai titik ini sih saya sudah pada titik pasrah. Dulu, jaman Kira masih umur 8 bulan, saat baby sitter-nya mengabarkan kalau nggak balik lagi tuh rasanya seperti diputusin sepihak. Lama banget move on-nya. Tapi, akhirnya setelah melewati segala macam pengalaman ya akhirnya sekarang lebih santai menghadapinya. Termasuk ketika asisten rumah tangga kami yang sudah bekerja sekitar 4 tahun bersama kami terpaksa mendadak berhenti bekerja beberapa bulan lalu.

Saat ini, saya lebih mikirin apa yang harus saya lakukan dengan situasi yang nggak sesuai dengan rencana ini. Berat? Tentu. Saat kembali dari liburan dengan jiwa raga yang sudah siap menjalani rutinitas. Kali ini rutinitas itu terpaksa harus diubah, dibelokkan, disesuaikan supaya paling nggak bisa jalan. Nggak perlu lancar, apalagi sempurna. Tapi cukup buat kita tetap bisa napas dan senyum saja.

Napas sepertinya mudah, ya. Namun bernapas dengan lega itu baru bisa dicapai kalau kita menerima kondisi kita saat ini, lebih dan kurangnya. Senyum juga gampang. Tapi senyum yang datang dari hati itu bukannya muncul saat semuanya sempurna. Tapi karena sadar dengan ketidaksempurnaan yang ada.

Tentu saja ini bukan jadi semacam alasan untuk nggak melakukan sesuatu dengan maksimal, yah. Tapi justru sebagai pengingat supaya kita nggak terlalu keras dengan diri kita sendiri.

So, eyes away from your screen now. Take a deep breath. Remember that you are doing enough and it’s perfect to be enough. It gives you a space to smile, even just for a while.

 

ps: Foto blog post ini diambil minggu lalu setelah Lebaran saat kami sekeluarga liburan bersama ke Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Some beautiful memories are made to be cherish each day wherever you are. 

xx,

.n.

 

 


img

Suka menulis dan hobi menggambar rumah serta denahnya sejak kecil. Nike membuat Living Loving untuk mengembalikan dan mengembangkan kecintaannya akan menulis dan minatnya akan rumah, dekorasi dan desain. Mulai membuat website dan blog sendiri sejak 2000, mengkoleksi dan berbagi cerita selalu jadi bagian penting dalam hidupnya.

RELATED POST

  1. Puty

    4 July

    ni aku setuju banget soal menerima dengan ikhlas kondisi ‘diputusin ART’. Kayanya memang harus diikhlasin dan ‘dilemesin’ ya kondisi ini, salah satunya dengan bikin top priority list lalu coba untuk nggak memaksakan sisanya sempurna. Makin dipikirin makin stress dan makin terasa nggak selesai-selesai soalnyaaa :’)

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: