Mainan dan perintilan anak seperti artwork jadi tantangan tersendiri dalam merapikan rumah. Itu kenapa di organizing series kali ini (akhirnya) ngebahas tips untuk merapikan dan menyortir keduanya sesuai kebutuhan.
Berdasarkan pengamatan dan curhatan teman-teman terdekat, salah satu hal signifikan kalau ada anak kecil yang tinggal di suatu rumah adalah mood warna dan keberadaan mainan dalam hampir seluruh ruangan rumahnya. Biasanya sebelum punya anak, palet warna suatu rumah dipengaruhi sama selera pribadi suami dan istri saja. Umumnya ada perpaduan warna maskulin dan feminin atau warna-warna netral favorit sepanjang masa seperti putih, krem, abu-abu dan sentuhan pastel.
Nah, begitu ada kehadiran anak, warna yang dominan berubah jadi jauh lebih colorful dan fragrant. Oh ya, warna ini nggak cuma seputar mainan mereka saja ya, tapi juga karya seni yang suka mereka buat.
Kalau dilihat sih dua hal tersebut jelas bisa memicu clutter dan agak tricky untuk dikerjakan, karena biasanya barang-barang itu punya nilai sentimental yang tinggi. Nggak cuma buat anaknya tapi juga buat orang-tuanya. Karena saya sendiri belum punya pengalaman serupa di rumah, jadi artikel kali ini spesial karena dibuat berdasarkan hasil ngobrol dan survey kecil-kecilan sama temen-temen yang lain.
Rasanya senang dan seru juga bisa ngobrol-ngobrol seputar ini, ternyata strateginya macem-macem juga ya, hihi… Beberapa diantaranya adalah:
Take time to talk what we really want and need
Ini kayaknya yang paling penting yang pertama dilakukan. Sebelum masuk sesi beres-beres, “buang” barang atau bersih-bersih, hal yang paling pertama dilakukan adalah ngobrol dulu sama diri sendiri, pasangan atau sama anak. Dari mulai tentang sistem yang mau diaplikasiin sampai mainan apa yang mau disimpan. Dengan cara ini, anak juga bisa lebih peka dalam menyortir koleksi mainannya, melihat mana yang jarang dipakai dan bisa memberikannya pada yang lebih membutuhkan.
Maintain wishlist
Kalau bicara soal mainan anak sih kayaknya yang semangat beli atau bikin, nggak melulu anaknya aja. Tapi juga orang tua, nenek-kakek sampai om tantenya, ya?! Kegiatan ini bermaksud untuk menulis daftar mainan yang diinginkan supaya bisa mengunci nafsu-nafsu impulsif untuk beli berbagai mainan. Tapi sebelum membeli mainan untuk anak pun kamu juga bisa komunikasi sama keluarga atau teman terdekat yang memang kebetulan lagi mau beliin hadiah untuk anakmu. Jadi, nantinya mainan yang dimiliki nggak dobel-dobel deh…
Basket of the month!
Salah satu ide adalah memasukkan mainan favorit anak perbulan (waktu tentu bisa disesuaikan masing-masing) ke dalam sebuah keranjang. Selain bisa untuk mengontrol banyaknya mainan yang terpakai, bisa juga supaya semua mainan bisa dicoba dimainkan secara bergiliran. Dengan sistem rotasi mainan yang diterapkan Bajalaras dan Buneastri ini, anak pun jadi nggak bosan dengan mainan-mainan yang dimilikinya.
Designate a toy bin
Nah, yang ini tetap jadi favorit saya, hehe.. Menurut saya setiap mainan memang perlu rumah dan toy bin atau keranjang mainan ini adalah rumahnya. Bentuknya tentu bisa beragam dan disesuaikan dengan tipe mainan yang dimiliki. Favorit saya adalah pakai box untuk mainan yang besar dan jars untuk mainan yang relatif kecil seperti yang diaplikasikan teman saya, Mia, untuk setiap mainan anaknya. Terutama untuk mainan yang bersifat sensoris, karena biasanya ukurannya sangat kecil.
Oh ya, jangan lupa untuk memberi label nama untuk mempermudah pengkategoriannya, seperti yang dilakukan Nike untuk mainan-mainan yang dimiliki Kira. Ilustrasi dari Puty di bawah ini bisa kamu save lalu print dan tinggal tempel deh di wadah-wadah mainan di rumah! Selain kategori-kategori yang sudah disiapkan Puty, ada empat label kosong lainnya yang keterangannya bisa disesuaikan dengan koleksi mainan anak yang dimiliki. Seperti Kira yang memiliki satu wadah mainan khusus untuk koleksi My Little Pony…
Sistem ini juga menurut saya efektif banget untuk alat-alat kesenian supaya nggak tercecer dan gampang dicari saat mau bebikinan. Buneastri menggunakan troli beroda supaya mudah untuk dipindahkan dari satu ruang ke ruang lainnya. Tapi, menggunakan keranjang pun sudah cukup membantu kamu untuk menjaga kondisinya supaya selalu rapi seperti yang diterapkan Mia.
Dont overwhelm them
Ada banyak sekali artikel yang mengulas bahwa sebetulnya anak punya kemampuan konsentrasi yang berbeda-beda dan kecenderungan mereka untuk hanya memainkan beberapa mainan dalam satu waktu. Keputusan untuk menimbun mainan belum tentu hal yang baik bagi mereka, ditambah artinya orang tua memberi PR lebih banyak juga untuk mereka beres-beres. Anggita selalu memilih koleksi mainan kedua anaknya setiap 6 bulan atau setahun sekali untuk disumbangkan ke panti asuhan maupun orang-orang terdekat. Dengan sistem ini, jumlah mainan di rumah pun jadi nggak pernah berlebihan.
Clean up together
Sebetulnya mau dirapikan serapi apapun tapi ujung-ujungnya setelah bermain dan membuat karya, bersama-sama membersihkan bekas mainan mungkin bisa jadi aktivitas yang menarik. Mengikut-sertakan mereka artinya membuat mereka sadar bahwa setelah bermain, mereka mempunyai tanggung-jawab lain. Dan nggak pernah terlalu dini untuk menanamkan kebiasaan ini pada anak, seperti Nyanya yang sudah membiasakan Rinjani untuk membereskan mainannya sendiri sedari masih TK.
Share toys with friends and family
Sistem ini selain bisa membuat anak belajar berbagi, tapi juga untuk mengefisiensikan jumlah mainan di rumah. Metode ini bisa dipakai sebagai alasan mengumpulkan mainan yang masih layak pakai tapi sudah jarang dipakai dan terlupakan. Tentu menjadi win-win solution karena anak pun jadi merasa senang seperti dapat mainan baru dan orang tua juga senang karena artinya nggak ada pengeluaran tambahan.
Repair, reuse, recycle, donate
Terakhir jangan segan untuk mengeluarkan mainan yang sudah tidak terpakai atau rusak, ada banyak cara eksekusinya. Tapii, bukan berarti semuanya harus dikerjakan sendiri ya, hehe.. Kalau memang tidak memungkinkan, bisa juga mencari bantuan dari pihak lain seperti Gemilang Indonesia, Sedekah Mainan untuk mendonasikan mainan-mainan tersebut atau waste4change untuk mendaur-ulang kalau memang produknya sudah nggak layak pakai.
Go digital, capture them!
Walaupun mungkin kebanyakan orang masih lebih nyaman dengan barang fisik yang disimpan, sebetulnya mengabadikan dalam bentuk foto hasil karya anak bisa jadi salah satu upaya untuk membuat area rumah menjadi clutter-free. Oh ya, kalau kangen tentu bisa dijadikan screen saver atau slideshow di pc atau ipad sebagai pengganti hiasan latar layar. Kalau belum sempat untuk foto karya-karyanya, bisa kamu tempatkan di dalam folder khusus seperti Buneastri. Ada cara lain yang Buneastri rencanakan, setelah di capture, kumpulan karya ini akan dijadikan sebuah buku sebagai kenang-kenangan bagi kedua anaknya! Berbentuk fisik, tapi nggak berceceran…
Tentu strategi-strategi ini bisa disesuaikan dengan keadaan rumah dan minat anaknya masing-masing. Apakah ada yang pernah mempraktekkan hal serupa atau malah punya ide lain? Kita lanjut di kolom komentar, ya!
*Ilustrasi oleh Puty Puar. 28 tahun. Mantan penjaga sumur pengeboran, ilustrator, dan penulis lepas yang juga merintis label ‘Fat Bunny’. Ibu satu anak. Penyuka makanan dengan saos kacang. Blognya bisa diakses di byputy.com.
NO COMMENT