
Awal tahun ini, saya dan suami sama sekali tidak ada bayangan kalau kami akan mengunjungi London dan Liverpool. Bahkan sebenarnya Inggris tidak pernah ada dalam daftar tujuan impian yang entah berapa kali kami diskusikan, dan kami cuma punya waktu dua hari untuk memutuskan perjalanan ini. Kalau dipikir lagi memang agak gila. Tapi kadang perjalanan yang paling mengesankan memang bukan yang direncanakan.
Akhir April lalu, tiba-tiba salah satu teman saya di WhatsApp group mengirimkan info paket tur yang dibuat Kartupos. Paket tur konser U2 di London lengkap dengan penerbangan pulang-pergi dan akomodasi selama 8 hari 7 malam. Harga paketnya lumayan miring untuk ukuran perjalanan ke London. Biasanya dengan angka yang sama baru bisa dapat penerbangan pulang-pergi saja, nah ini sudah termasuk tiket konser dan penginapan hostel selama di sana. Cuma kan namanya juga London, jadi kalau satu paket dikali dua ya cukup bikin kami degdegan. DAN ketika saya dapat info paket ini, deadline untuk ikutan paketnya adalah esoknya. Mules.
Tapi mungkin itu kenapa juga ya saya memang ditakdirkan menikah dengan laki-laki yang sungguh mengerti arti band ini buat saya (buat yang belum paham, bisa baca blogpost ‘why I choose blogging‘). Ya, mungkin dia juga sadar kalau saya lebih lama “kenal” empat bapak-bapak ini daripada dia. Hahaha. Dan dia juga suka dengan U2, jadi dia cukup gila untuk memutuskan OK kita nonton U2 di London. Meski beberapa detik setelah sepakat dengan keputusan ini, kami berdua saling memandang dengan tatapan “Are we out of our minds?!”.
Lima tahun lalu, beberapa bulan sebelum menikah, kami sudah sempat membeli tiket konser U2 di Australia. Namun akhirnya saya mengurungkan niat itu karena persiapan (dan dana untuk) menikah lebih penting. Tentunya keputusan itu diiringi doa, “Kalau memang jodoh, pasti akan nonton.”. So, we finally did it. We traveled halfway around the globe just to see the band, and we did have an unforgettable adventure.
Satu hal lagi yang nggak pernah kami bayangkan adalah merasakan musim gugur. Beberapa minggu sebelum berangkat, saya sempat agak panik ketika tahu kalau suhu di Inggris akan sekitar 10-15 derajat Celsius. Apa jadinya saya yang nyaman dengan suhu AC 24 derajat?! Sambil menatap nanar itinerary yang sudah dibuat, saya degdegan membayangkan gimana kalau nanti susah tidur padahal jadwal selama di sana padat? Ternyata urusan suhu berbeda 20 derajat dengan Jakarta sekarang itu nggak sebanding dengan indahnya suasana musim gugur di sana. Those falling leaves and the crisp air can be the things that you will always miss.
London itu sibuk namun anggun. Entah ini karena musimnya, atau saya mungkin tetap akan punya kesan yang sama meski datang di bulan Juni. Orang-orang berbalut mantel berwarna gelap, berjalan cepat, namun nggak sedikit yang masih menyisakan waktu untuk membaca buku atau mengobrol dan bercanda dengan temannya di sekeliling coffee shop. Saya seperti disuguhi dengan sesuatu yang modern dan konvensional bergantian, terus-menerus.
Hari pertama kami di London diisi dengan adaptasi. Kami belajar naik Tube, underground dan overground. Mengitari daerah Oxford Street dan sekitarnya. Sementara Yudha happy ketemu dengan Apple Store, saya tak sengaja menemukan toko komik dan buku Gosh! yang langsung bikin saya panik harus beli buku yang mana. Akhirnya pilihan jatuh pada novel Totoro. Iya, novel dari animasi Jepang favorit yang diterjemahkan ke bahasa Inggris. Pilihan yang agak aneh, tapi saya nggak menyesal. Oya, Gosh! ini menjual buku cerita anak, graphic novel, komik dan majalah-majalah independen. Rasanya ingin borong, tapi akhirnya menahan diri mengingat ini masih awal perjalanan. Setelah puas di Gosh!, saya, Yudha dan temannya, Cinit makan siang di Pho. Resto Vietnam yang stylish dengan pelayanan yang ramah dan makanan yang enak. Di hari pertama ini, kami sengaja nggak terlalu memaksakan diri mendatangi banyak tempat supaya nggak kecapekan, karena malam harinya adalah agenda utama perjalanan ini. Konser U2. Jadi, sekitar jam 4 sore pun kami sudah berangkat ke O2 arena untuk menghindari rush hour. Sampai di sana kami punya waktu lumayan panjang untuk makan dan beli merchandise. Jam 6 sore, antrean sudah mulai mengular dan akhirnya kami pun bisa duduk di kursi kami sekitar jam 7 malam. OK, masih ada waktu 1,5 jam lagi. Untung gerai makanan dan minuman memang tersedia di sekitar arena jadi kami kembali ngemil dan minum lagi.
Saya nggak akan cerita detil mengenai pengalaman saya selama konser. Intinya semua rasa itu tumpah. Terharu, senang, kaget, bingung, kagum. Penantian 22 tahun itu lunas juga, apalagi saat “Where The Streets Have No Name” dan “Bad” dibawakan. Saya nggak tau mau ketawa atau nangis. But then I chose to sing along. :)
Esoknya lagi-lagi kami memutuskan nggak ambisius. Kami memulai hari lebih siang, karena energi lumayan habis selama konser, dan kembali ke hotel sore hari. Kenapa? Karena kami ada satu konser lagi malam harinya. Iya, kami justru agak ambisius soal konser. Kebetulan sehari setelah U2, ada konser Death Cab for Cutie yang sedang promo album terakhir mereka, Kitsune. Jadi, kami mengisi siang kami dengan mengunjungi Natural History Museum dan muter-muter di sekitar kawasan cantik Covent Garden dan Mayfair. Ada beberapa tempat yang ingin saya kunjungi di daerah itu, Neal’s Yard, Anthropologie, Magma dan Sister Ray Records. Sudah bisa dipastikan kalau saya betah di Anthropologie (meski akhirnya belanjanya di Sister Ray karena banyak CD yang selama ini saya cari di sana). Rasanya nggak selesai-selesai deh memperhatikan detil toko bergaya unik ini, terutama bagian perlengkapan rumahnya. Kisaran harga produknya memang cukup bikin mikir, tapi kalau mampir ke bagian sale-nya lumayan menghibur karena cukup banyak pilihan barang dengan harga di bawah £20. Anthropologie sendiri adalah salah satu lini usaha di bawah Urban Outfitters yang dikenal sebagai brand fashion yang bergaya lebih muda. Selain Anthropologie, Urban Outfitters juga punya Freepeople yang bergaya bohemian. Sayangnya saya nggak sempat mampir ke Freepeople, padahal mereka juga punya bagian dekorasi rumah.
Konser Death Cab for Cutie diadakan di O2 Brixton Academy. Brixton terletak di bagian selatan London. Suasananya tentu lebih tenang dibandingkan daerah pusat. Kebetulan, Rassi Narika juga sempat bercerita tentang Brixton di blogpost The Charming Brixton Village.
Berbeda dengan penonton U2 yang rata-rata berumur 30 tahun ke atas. Mereka yang menonton Ben Gibbard, dkk ini tampaknya sebagian besar di bawah 30 tahun. Bentuk dan suasananya venue-nya pun sangat berbeda dengan O2 Arena yang serba luas dan terkini. O2 Brixton Academy lebih intim dan mengingatkan saya dengan suasana konser indie band. Saya dan Yudha memilih jadi penonton santai dengan memilih lokasi agak belakang supaya bisa bersandar di dinding. Meski agak lelah, tapi kami sangat menikmati suguhan DCFC. Kualitas vokal Ben konsisten hingga akhir dan malam pun ditutup dengan “Transatlanticism”.
Esoknya kami mengunjungi kawasan turis, Westminster Abbey. Sebenarnya di sana ada beberapa lokasi turis lain yang direkomendasikan, tapi karena sudah mulai mendung jadi kami langsung ke Hyde Park. Saya memang nggak bisa membandingkan Hyde Park saat musim yang lain, tapi saya yakin Hyde Park di musim gugur benar-benar cantik. The kind of beauty that doesn’t need a statement, but leave you an unforgettable feeling.
Setelah itu kami pun menuju Tate Modern Museum. Berdiri tahun 2000, museum ini menyuguhkan karya seni modern dan kebetulan saat itu sedang ada pameran seni pop. Saya sendiri malah lebih menikmati Natural History Museum dibanding di sini. Tapi toko souvenir- nya cukup manis, dan cafe yang berada di bagian bawahnya menyenangkan dengan pelayanan yang ramah. Kopi dan kuenya pun enak. Jadi kami menghabiskan sore di sana sambil menunggu hujan reda.
Esoknya kami hanya punya waktu sekitar lima jam sebelum kami ke bandara. Akhirnya kami menghabiskan sekitar tiga jam untuk makan siang dan mencari oleh-oleh, lalu sisanya untuk melihat-lihat apa saja yang ada di sekitar hotel kami. Kebetulan hotel kami hanya beberapa ratus meter dari kawasan Spitalfields yang dikenal dengan “pasar”nya. Namun, lagi-lagi karena hujan jadi kami nggak bisa terlalu santai dan hanya jalan-jalan sekadarnya tanpa benar-benar mengulik.
Nah, selesai deh cerita saya tentang perjalanan ke Inggris bulan ini. Foto-foto lengkapnya bisa dilihat di Facebook Living Loving. Kalau ada yang ingin tanya lebih detil mengenai persiapan, termasuk soal visa (karena saya mengurus sendiri), budget, hingga itinerary perjalanan saya, sila isi komentar di sini atau mention saya di Instagram @nikeprima, ya!
Terakhir, kami juga mendokumentasikan perjalanan kami ini dalam video yang disusun oleh Sida. Terima kasih Sida sudah membantu mengedit video ini. Enjoy, folks! ;)
Comments
Erny Kurniawati
Aduuh London emang menarik banget. Selamat ya akhirnya berjodoh nonton konser bareng jodohnya :D
Rizki
Kak Nike, aku haru nonton videonya. Rasanya kaya dibawa ke tempat-tempat itu. Paling suka bagian taman yang dipenuhi daun-daun gugur :’)
didut
btw ngomongin suhu, tenang aja, aku pernah jalan kaki pake sandal jepit di suhu 5 derajat celcius hahahahaha~
rnrk
Uuuh, London. Nostalgia banget pas baca dan nonton videonya! Pas musim gugur lagi, pas lagi cantik-cantiknya. Yay for your trip. Semoga bisa balik lagi ya. (That’s for both of us).
Gregorius Danang
kereeen nike. aku mau dong jadi kontributor buat section ini. heehehe
putuindahp
hai mbak nike, senang sekali baca ceritanya sekaligus ikut excited :) Aku boleh minta itinerary nya ga mbak? Jika berkenan, emailku [email protected] .Terima kasih mbak :)
yudhi puspa tia
ah london cantik sekali, happy for you niiiikkks untuk penantian selama 22 tahunnya. :)