READING

MENGEJAR MUSIM GUGUR DI LEIDEN

MENGEJAR MUSIM GUGUR DI LEIDEN

“Kotanya sepi. Kebanyakan, penghuninya warga senior. Jangan pikir ada mal. Tapi, kamu pasti betah, deh.”

Kira-kira, begitu gambaran dari suami tiga tahun lalu ketika pertama kali dia tiba di Leiden, Belanda. Kalimat terakhirnya itu yang bikin saya penasaran dengan kota ini.

Leiden, sebuah kota kecil di selatan Belanda, bagi saya, adalah kota yang memiliki perputaran waktunya sendiri. Perlahan, waktu menyusup ke daun-daun, mengubahnya jadi kekuningan atau merah. Lain masa, ia bergerak bersama angin dan matahari lalu bersinergi dengan hujan dan menggugurkan daun-daun.

living-loving-musim-gugur-di-leiden2

Leiden bukan cuma cantik, tapi juga memiliki sisi yang berbeda dibanding kota-kota lain di Eropa. Warga yang helpful, kehidupan yang berjalan lambat, dan cuaca yang unik, menjadi daya tarik sendiri. Dan akhirnya, satu bulan lalu, saya tiba di Leiden, kota yang konon, sepi itu.

Kota bersimbol dua kunci yang menyilang ini dikelilingi oleh banyak sungai. Karena tergolong kota kecil, Leiden tidak memiliki jalur trem dan metro seperti Amsterdam atau Den Haag. Untuk berkeliling, semua warganya hampir semua menggunakan sepeda. Setiap jalanan bisa dilalui sepeda, kecuali tol. Saking pentingnya sepeda, apapun jenisnya, bisa ditemukan di Belanda. Oma dan opa, serta difabel biasanya menggunakan sepeda bermesin—tapi berbeda dengan motor.

living-loving-musim-gugur-di-leiden3

living-loving-musim-gugur-di-leiden

Leiden juga dikenal karena di sini ada kampus tertua di Belanda, Universiteit Leiden. Ada 100 orang lebih mahasiswa asal Indonesia bermukim di kota ini. Saya beruntung karena mendapat pinjaman sepeda dari salah satu mahasiswa di sana jadi bisa menjelajah kota. Hehe… Selain dengan sepeda, bus tentu ada. Tapi, saya tetap pilih sepeda. Habis sayang, tiket bus itu 1—3 euro, cukup untuk menikmati secangkir kopi di kafe-kafe sudut jalan.

living-loving-musim-gugur-di-leiden4

Musim gugur kali ini berjalan cepat sekali. Matahari jadi sesuatu yang mahal. Semua warga rela menghabiskan waktu berjam-jam duduk di kafe di kawasan Harleemestraat sambil menyeruput cappuccino dan mengunyah biskuit, serta menikmati hangat matahari. Suhunya 10—15 derajat, masih bisa ditoleransi, lah, untuk kulit Asia Tenggara seperti saya. Ah… hangat.

Nah, sebagai penyuka kopi, momen ngopi terbaik di sini, adalah ketika pesanan kita tersedia apa adanya. Maksudnya, ngopi ya ngopi aja. Cappuccino ya cappuccino aja. Gak perlu pusing mikir apa itu kopi robusta atau arabica, Toraja atau Mandailing. Hehe. Bisa dibilang, urusan kopi ini mirip dengan karakteristik warganya yang santai dan make it simpler.

living-loving-musim-gugur-di-leiden6

Berada di Leiden berarti siap dengan konsekuensi hidup tanpa tempat hiburan seperti yang biasa kita temukan di Jakarta. Pun begitu, tidak berarti warga Leiden kekurangan hiburan. Ada satu bioskop kecil bernama Lido dan lumayan populer di kalangan anak muda. Tapi, popularitasnya masih kalah dengan taman, kafe, perpustakaan kota, dan Leidsche Hout atau hutan Leiden. Saya kagum, sih, dengan betapa tercukupinya hati mereka hanya dengan keberadaan hutan, tepian sungai yang diisi kursi-kursi kafe, perpustakaan kota, dan taman. Itu seolah menjadi pengingat bahwa kebahagiaan tak perlu repot dicari, tapi bisa juga datang dari hal-hal yang hadir di sekitar kita.

living-loving-musim-gugur-di-leiden7

Di Leiden setidaknya ada 3 museum, Molen van De Valk Museum (Museum Kincir Angin), Rijkmuseum Oudhouden (Museum Arkeologi), dan Museum Volkenkunde (Museum Etnologi). Saya sendiri girang banget ketika pertama kali menemukan museum Volkenkunde yang dulu hanya pernah saya dengar namanya dari seorang dosen. Sekarang, museum ini selalu jadi favorit saya. Di sini, Indonesia menempati area terdepan. Di dalamnya, terdapat kafe yang cocok jadi tempat belajar.

Tempat favorit saya yang lain adalah perpustakaan kota. Dengan mengunjungi perpustakaan kota, saya jadi sadar bahwa kota ini sangat ramah anak. Di sana, banyak orangtua yang datang bersama anak-anaknya. Saya jadi ingin seperti salah satu orangtua itu. Pada akhir pekan, saya akan membawa anak-anak saya ke hutan, menemani mereka bermain sembari menikmati secangkir kopi dan musik.

Musim gugur hampir berakhir. Kursi-kursi di tepian sungai mulai kosong. Semakin banyak pesepeda memburu waktu untuk selekasnya tiba di rumah karena suhu semakin menusuk kulit. Walau begitu, ada satu tempat yang tetap ramai, yaitu pasar. Di sini, pasar berlangsung mingguan, diadakan dua kali seminggu pada hari Rabu dan Sabtu. Jualannya mulai dari bahan masakan, bumbu, buah, keju, bunga, bahkan pakaian jadi dan seprai.

living-loving-musim-gugur-di-leiden8

Dan, daun-daun pun berganti warna. Cuaca tak lagi menentu. Cerah sekarang, hujan sejam kemudian.

living-loving-musim-gugur-di-leiden9

Meskipun tidak semua daun berubah kemerahan atau kekuningan, musim gugur tetap berjalan di Leiden. Dingin sudah semakin menggigit tulang, sekalipun matahari di atas kepala. Kehidupan tak lagi sama. Sebentar lagi, akan semakin jarang terdengar suara-suara anak bermain di hutan dan suara musik dari kafe. Tapi, itu memang sesuatu yang alami, bukan? Itulah tanda kebersamaan beralih ke ruang keluarga. Siklus pun kembali berputar hingga akhirnya kota Leiden yang sepi kembali riuh pada waktunya.

living-loving-musim-gugur-di-leiden10


ABOUT CONTRIBUTOR
living-loving-musim-gugur-di-leiden-profil-kartikaKartika Kusworatri Pengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Saat ini sedang menikmati masa cutinya di Leiden sambil menemani sang suami yang sedang menyusun disertasi di Universiteit Leiden, Belanda.


RELATED POST

  1. Jalan2Liburan

    17 November

    Botanical garden di Leiden asik juga buat power walk, cozy ya emang kl kota pelajar itu, auranya berbeda dengan kota besar lainnya :-)

  2. Bagus banget tulisan ini. Foto2 yang ditampilkan sangat indah dan simple. Sementara penyajian tulisan sangat rapih dan enak untuk dibaca.

    Jadi kepikiran ingin liburan ke Leiden :)

  3. Leiden indah sekaliii T_T

    dan ditulis dengan sangat baik, aku jadi ingin mengunjungi eh malah kepengen hidup disana, thanks LL dan mbak Kartika :)

    • Miranti

      1 December

      Eropa di musim gugur itu emang cantik banget ya, Tia. Akupun jadi penasaran sama Leiden :)

  4. Kak melalui blog kakak aku izin buat referensi gambaran kota leiden di cerita aku yaa.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: