
Entah berapa kali kalimat “Enak ya bisa kerja sesuai dengan keinginan.”, atau “Iri deh punya kerjaan kayak kamu yang bisa fleksibel.” itu mampir ke kuping saya. Ya, Alhamdulillah Saya bisa punya kesempatan melakukan apa yang saya benar-benar sukai dan menjadikan blogging sebagai pekerjaan. Ini salah satu nikmat yang saya rasakan dalam beberapa tahun terakhir ini. But there are lots of struggles in finding balance in between our days, and I guess it would be fair if I could share more about this part of Living Loving story.
Sebelum membahas panjang lebar, saya mau cerita dulu nih alasan awal saya membuat Living Loving. Saat itu, sepanjang tahun 2011 saya masih bekerja di tiga tempat. Pertama di bidang kreatif yang sudah saya jalani sejak 2010, statusnya kontrak namun saya bekerja dari rumah. Kedua, di bidang media di mana saya bekerja 9 to 5. Ketiga, di bidang social media di mana saya, statusnya freelance dan bekerja dari rumah. Saya sangat menikmati masa ini karena saya menyukai semua pekerjaan yang saya jalankan. Apalagi di satu sisi, saat itu saya belum lama menikah dan suami juga baru merintis usahanya. Tentu kami harus berjuang bersama. Namun ketika anak kami, Kira, lahir di akhir November, saya pun mulai benar-benar berpikir apa yang ingin saya lakukan.
Fase berpikir itu nggak sebentar. Bahkan memakan waktu berbulan-bulan. Sambil terus menjalankan pekerjaan dan tentunya beradaptasi dengan urusan menjadi orangtua, saya juga mencoba terus menggali diri apa sih yang saya inginkan. Belum lagi saat itu saya juga mulai mengalami fase gelisah jelang 30 tahun. Nggak tau deh apakah cuma segelintir orang atau memang banyak yang merasakan kecemasan sebelum umur 30. Saya jadi mikirin banget apa yang harus saya mulai atau lakukan sebelum kepala tiga. Sempat juga curhat dengan teman saya, Meira yang kebetulan mengalami hal yang sama. Dari sana muncul keinginan membuat blog yang nggak cuma curhat personal, tapi blog yang kontennya saya suka dan kalau saya jadi pembaca saya akan rela mengunjunginya berkali-kali. Saya pun memulai dengan membuat private blog yang isinya home decor, desain, apapun topik yang saya pikir akan cocok dengan “blog baru” ini. Private blog ini hanya untuk sekadar latihan sambil cari referensi blog lain, tapi..saya nggak pernah benar-benar berani buat punya “blog beneran”, sampai akhirnya saya memutuskan berhenti dari pekerjaan 9 to 5 saya dan menghubungi Miranti yang kebetulan juga memutuskan selesai bekerja kantoran.
Mungkin banyak orang menangkap kalau Living Loving dimulai dengan singkat dan mudah. Ya, faktanya memang kami menyiapkan Living Loving dari nol dalam waktu dua bulan saja. Tapi sebenarnya proses sampai akhirnya blog ini dimulai itu nggak sebentar. Living Loving bukan dimulai dengan, “Ah, iseng mau bikin blog, deh!” lalu buka WordPress dan baru mikir mau diisi apa. Jauh sebelum Living Loving pun Miranti dan saya juga sudah bekerja, termasuk kerja bareng. Sewaktu masih satu tim mengurus bagian produksi dan scriptwriting di sebuah program talkshow live setiap hari, kami terbiasa melempar ide, diskusi, menyiapkan materi pokoknya melakukan pekerjaan bersama-sama. Shooting di tengah bunderan HI sambil bawa-bawa tripod dan peralatan? Sudah. Mengedit video sampai tengah malam karena harus tayang besok paginya? Sudah, dan videonya belum digital, saudara-saudara. Nah, mungkin kalau kami nggak pernah kerja bareng sebelumnya, adaptasi dan tantangan saat menjalankan Living Loving akan lebih banyak. So, it started out very short and simple, but the journey to finally get this blog out was another story.
Rasanya, udah sering sekali kami bercerita tentang gimana perkembangan Living Loving dari tahun pertama hingga saat ini menginjak tahun ketiga. Setahun pertama banyak diisi dengan menulis dan menulis. Tiga kali seminggu dengan lebih dari 90% konten dan visual kami buat sendiri, nggak mencomot dari Google atau sekadar menulis ulang artikel online yang sudah ada. Proses sampai akhirnya sebuah blogpost keluar itu juga nggak instan. Coba deh cek blogpost Emily Henderson tentang How a Blog Post Gets Made dan blogpost A Beautiful Mess yang Trade Secrets: How We Plan Blog Post yang menurut saya cukup mewakili kami dan lifestyle bloggers lainnya.
Tahun kedua kami mulai memberanikan diri membuat acara yang lebih berkala. Berat? Lagi-lagi nggak, karena kami memang suka dan excited banget kalau bisa ketemu dengan lebih banyak teman baru. Ribet? banget banget banget, karena latar belakang kami kan media, bukan organizer. Jadi kami harus belajar semuanya dari awal. Dari mulai membuat konsep, mengajak tutor, diskusi dan membuat konten workshop dengan tutor, cari sponsor sampai belanja kebutuhan workshop. Iya, dulu setahun pertama kami yang belanja bahan dan alat untuk workshop bersama tutor karena memang waktu itu baik kami maupun tutor belum pernah mengadakan workshop sebelumnya. Belum lagi mencari partner untuk tempat workshop. Saat itu creative workshop sejenis dengan yang kami buat masih bisa dihitung dengan satu jari, dan frekuensinya jarang jadi rata-rata kafe masih belum yakin apakah workshop yang kami buat mengundang pengunjung apa tidak, baik apa nggak untuk sarana promosinya.
Urusan mencari lokasi ini bisa memakan waktu 3-4 minggu, dari mulai survei, ketemu dengan orang kafe-nya, bolak-balik diskusi penawaran, sampai akhirnya…ya tiga dari lima tempat yang kami kunjungi itu nggak cocok. Nggak cocoknya bisa karena si kafe menetapkan sewa ruangan hingga jutaan, yang tentunya nggak mungkin bagi kami karena itu akan membebani biaya peserta sementara creative workshop sendiri hitungannya masih baru. Bisa juga karena si restoran meminta sistem sharing yang cukup tinggi, sementara profit untuk kami saja sudah sangat tipis. Intinya, perlu waktu yang nggak sebentar pula untuk meyakinkan dan membuktikan kegiatan kreatif seperti workshop ini punya pasar. Alhamdulillah masih ada lho kafe/restoran yang terbuka untuk kolaborasi dan benar-benar mau jalan bareng. Bukan sekadar “What’s in it for me?”. Kolaborator dan pendukung seperti inilah yang membuat kami semangat dan yakin kalau banyak kesempatan untuk mengembangkan Living Loving. Well, dan tentunya bumbu utama penyemangat kami ya antusiasme teman-teman yang ikutan acara kami. Terimakasih banyak ya kalian.
NAH, kerempongan itu semua kami jalanin sambil terus menulis rutin di blog dan bekerja. Saya masih bekerja di kantor saya yang pertama, dan Miranti juga tetap punya proyek menulis freelance. Belum lagi menjalankan peran sebagai istri dan ibu. Ditambah kami mulai punya studio sejak Maret 2015. Meski studio ini berlokasi di kantor suami, tapi kami tetap harus memperhitungkan biaya listrik, perbaikan, dll. Kami pun mulai punya jadwal masuk tetap tiga kali seminggu. Jarak rumah ke studio pun nggak dekat. Dari rumah saya 12km, sementara dari rumah Miranti 17km. Saya pakai mobil pribadi karena berangkat bareng suami dan kebetulan anak kami juga sekolahnya nggak jauh dari studio. Miranti selalu naik Gojek atau angkutan umum. Kenapa kami nggak blogging dari rumah saja? Kami sudah melakukannya selama dua tahun, dan sudah berada pada tahap di mana nggak semua pekerjaan bisa dilakukan secara virtual. Memotret, menyimpan props dan bahan-bahan dekor + proyek DIY, mengadakan workshop..semuanya butuh area yang nyata. Kami nggak mungkin bergantung pada kafe, karena selain nggak mungkin juga sering-sering seharian kerja di kafe (baca: mahal), kami nggak selalu dapat spot yang pas buat foto. Eh, belum lagi minimal dua hari weekend dalam sebulan pasti didedikasikan buat bekerja. Jadi, ya..ngurusin blog nggak bisa dibilang santai juga, sih.
Gimana dengan pemasukan? Pemasukan diutamakan untuk operasional blog. Jadi, nggak ada tuh ngeluh karena akhir bulan belum digaji. If we aim for it, then we have to work for it. Untuk urusan bisnis blog ini, mungkin kamu bisa baca blogpost Justina Blakeney minggu lalu tentang Blogging + Money Matters. Meski di Indonesia kondisinya belum seperti blog luar yang sudah sampai tahap mengeluarkan konten baru setiap hari dan punya anggota tim minimal lima orang (saat ini kami dibantu 1-2 creative assistants), tapi insight dari Justina cukup mewakili bagaimana kami, dan mungkin bloggers lainnya, menjalankan blog.
Saya merasa beruntung banget punya pacar partner seperti Miranti yang nggak pernah sekalipun ngibarin bendera puti. Tau kan sudah banyak cerita sebuah proyek berakhir begitu saja karena salah satu atau sebagian orang di dalamnya sudah bergeser komitmen dan prioritas? Entah kenapa rasa capek itu kalah dengan keyakinan kami kalau apa yang kami kerjakan ini pasti bisa lebih dikembangkan lagi.
Kami juga merasakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang sudah kami lalui sebelumnya sangat membantu saya mengembangkan Living Loving. Saya nggak akan bisa langsung mengerjakan proposal dan mengatur acara kalau nggak punya pengalaman. Kami pasti perlu meraba cara mengatur konten lebih lama kalau Miranti belum pernah kerja di majalah. Kami mungkin akan perlu waktu lebih panjang untuk kenal dengan banyak sosok kreatif yang bisa kami ulas di blog, kalau kami nggak kerja di media sebelumnya. Semua pakai proses. Nggak ada yang instan dan itu selalu jadi bekal kami untuk menjalankan Living Loving.
So, yes…doing a job you really love is one of the best things in the world. But even in a so-called-dream job still means you get to work professionally, and sometimes harder. This is why I said on on my Instagram post couple weeks ago that even a dream job is still a job. So, thank you to all of you, our readers, for the enormous supports. Have a lovely weekend, folks. xx
Comments
tamiechan
aahh aku ngikutin livingloving dari awal lho hihi…sekarang juga lagi merintis usaha kecil2an yang sesuai passion biar bisa resign jadi kuli tipi :D semangat dan terus menginspirasi yaa Nike & Mamir….
Hapudin
Artikel ini benar-benar menginspirasi saya untuk membangun blog personal yang lebih baik. Terima kasih banyak untuk sharingnya.
Sitta Karina
Kebayang bagaimana ribetnya membagi work-life balance (yang pastinya tidak akan pernah 100% ideal). Orang yang bilang “Ih, enak banget deh!” hanya melihat hasil akhirnya saja. Padahal, proses di balik semua itu… well, hanya kalian berdua yang benar-benar tahu seberapa jungkir-baliknya. Kudos, Nike & Miranti! Semoga makin sukses dan selalu membawa manfaat ya :)
putrikatak
Aku juga suka A Beautiful Mess, been following them since the very beginning :)
Sukses terus untuk kamu dan Mamir dg LivingLoving, yah…utetika
as a freelancer aku juga sering banget dapet pernyataan yang isinya: “enak banget bisa kerja dari rumah” hehehhehe… (ga tau aja dibalik itu semua gimana ruwetnyaa), tapi bisa melakukan hal yang disukai merupakan kebahagiaan tersendiri. Walau harus begadang2, kalau pekerjaannya adalah yang disuka, tetep aja semangat…
Sukses terus untuk Living Loving,, dari yang postingannya sedikit, belum ada event, sampe sekarang udah ada event rutin,, semoga bisa terus menginspirasiii….
alexandria
Ai lop you full lah duos, jangan lupa istirahat ya ????
aaaa
Gegara ini makin pengen coba daftar jadi creative assistant, apa daya, saya masih harus rela jadi abdi negara >,<
Dinda jou
Awww… This is a very nice post. Kudos, guys! All the best to you all :-*