Aplikasi elemen tradisional pada interior rumah tak harus selalu berarti tampilan etnik yang berat dengan elemen-elemen kayu mendominasi ruangan. Furnitur atau benda dekorasi bergaya etnik pun bisa tampil modern. Seperti di rumah milik Eby dan Anton yang sudah 8 tahun menetap di Singapura.

Kepindahan mereka pada tahun 2008 terjadi karena pada waktu itu keduanya melihat banyak peluang kerja sebagai arsitek di sana. Hasil dari berjalan-jalan sambil mengamati desain, arsitektur, dan kebudayaan masyarakat lokal di berbagai tempat, memperkaya wawasan dan membuahkan banyak pemikiran bagi keduanya. Tak terkecuali ketika membangun tempat tinggal bersama. Di “Rumah Benih”, kesan etnik, terutama Jawa, terasa kuat mengisi ruang.

livingloving-decor-rumah-benih4

livingloving-decor-rumah-benih11

Secara budaya, Eby lahir dan tumbuh dalam adat Jawa yang kental. Orangtuanya lahir dan besar di Yogyakarta. Dari kecil, setiap liburan sekolah, keluarganya pasti pergi ke sana untuk mengunjungi nenek. Ketika ia akhirnya memutuskan untuk kuliah di Yogyakarta, kultur lokal semakin terasa lekat meresap ke dalam hidupnya.

Sementara Anton, sebenarnya berasal dari Jambi. Namun, ia menghabiskan 5 tahun masa kuliah di Yogyakarta. Tak pelak, ia pun merasakan ikatan yang kuat dengan kota itu. Jadi, buat Eby dan Anton, Yogyakarta memang punya romansa tersendiri yang membuat mereka selalu ingin pulang ke sana. Kami pun menggali lebih jauh seputar pengaruh budaya Jawa dan penerapannya dalam interior Rumah Benih.

livingloving-decor-rumah-benih3

livingloving-decor-rumah-benih12

Berapa luas Rumah Benih?
Luas lahan 110 meter pesergi; dengan 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, ruang keluarga, ruang makan, dan dapur.

Kenapa namanya Rumah Benih?
Kami pikir, kata “benih” itu mewakili sebuah awal dari segalanya. Buat kami, ini adalah awal yang baik untuk memulai kehidupan bersama. Ini bentuk kolaborasi kami yang pertama sebagai desainer. Proyek ini melahirkan ruang. Semoga setelah ini bisa ada kolaborasi-kolaborasi selanjutnya.

Seperti apa kalian mendeskripsikan Rumah Benih?
Rumah pertama. Awal untuk memulai segalanya. Sesederhana itu. Semoga dengan berjalannya waktu, rumah ini akan semakin kaya dengan cerita dan pengalaman kami.

livingloving-decor-rumah-benih6

livingloving-decor-rumah-benih7

Konsep apa yang ingin kalian tampilkan dalam rumah ini?
Di awal, kami sudah punya ekspektasi soal konsep rumah yang ideal bagi kami berdua itu seperti apa. Namun, kami menatanya sambil jalan, sejalan dengan kondisi dan waktu. Hal yang menarik adalah proses diskusinya. Saat berdiskusi, banyak hal yang muncul di luar dugaan. Misalnya, soal pilihan material dan furnitur. Banyak perdebatan karena kami punya pendapat dan selera masing-masing.

Tadinya, seluruh rumah ingin didesain dengan lantai semen, tapi aku pribadi dari awal ingin sekali ada elemen tegel bermotif. Menurutku, tegel seperti itu cocok untuk ditaruh di dapur dan toilet. Setelah beberapa kali survei material, akhirnya dapat motif tegel yang cocok. Kami pun memutuskan untuk pakai tegel dengan motif kawung.

Proses diskusi yang menarik lainnya adalah soal nama rumah. Penentuan nama rumah justru malah simpel. Kami waktu itu hanya duduk sarapan di kedai kopi, ngobrol, kira-kira nama apa yang cocok untuk rumah kami. Dan, muncul nama “Rumah Benih”.

Siapa yang menentukan ide untuk interior dan dekornya?
Anton mendesain interior secara keseluruhan, tapi kami berdua selalu berdiskusi untuk setiap eksekusi dengan tukang. Dekor juga kami berdua yang putuskan.

Dari mana kalian dapat inspirasi untuk dekor?
Inspirasi datang saat perjalanan kami ke Srilanka. Kami sangat terinspirasi dari arsitek favorit kami, Geoffrey Bawa. Kreasinya banyak melahirkan ide-ide untuk rumah ini.

livingloving-decor-rumah-benih13

livingloving-decor-rumah-benih10

Nuansa apartemen ini kan banyak sentuhan tradisionalnya. Dari mana kalian dapat furnitur dan segala ornamen yang melengkapinya?
Semua ornamen kami hunting dengan tidak sengaja. Kalo pas jalan-jalan dan ada barang menarik kami beli saja dulu. Entah nanti dipasang di mana dan kapan. Kebetulan, banyak barang-barang ornamen rumah yang kami dapat di Jogja.

Di area makan, kami lihat ada semacam kolase kain batik di langit-langit ruang. Itu kalian buat sendiri?
Iya, panel ini punya cerita yang menarik. Kami, ‘kan, penggemar batik dan ingin sekali membawa napas kebudayaan Jawa di dalam rumah—walaupun hanya dalam unit apartemen. Waktu itu, sempat terpikir untuk pasang panel di dinding, seperti lukisan. Tapi, akhirnya kami memutuskan untuk pasang ceiling panel saja di area dining karena lebih terlihat dan bisa menjadi feature rumah juga.

Untuk kolase tersebut, kami hunting batik-batik lawas di Jogja, dan kami potong ukuran 60x60cm. Panel lalu dibuat oleh teman-teman kami di Jogja. Total ada 30 panel yang kami bawa ke Singapura untuk dipasang.

livingloving-decor-rumah-benih15

livingloving-decor-rumah-benih2

livingloving-decor-rumah-benih14

Spot mana yang jadi favorit?
Semua sudut kami suka, tapi dining area adalah yang paling favorit. Ini tempat quality time kami berdua, terutama setelah seharian beraktivitas. Di sini, kami bertukar cerita tentang apa saja yang terjadi hari itu. Selain itu, kami suka mengundang teman-teman untuk datang ke rumah untuk jamuan makan bersama.

Apa kegiatan favorit yang kalian lakukan kalau sedang di rumah?
Recharge energi secara maksimal. Tidur, Netflix-ing, dan memasak tentunya.

Biasanya, nih, orang kalau memilih konsep etnik, jatuhnya jadi berat. Kalau kalian masih terasa napas modernnya. Bisa berbagi tipsnya?
Tipsnya sebenarnya banyak browsing home decor ideas. Sering mengunjungi home & decor store juga, dan travelling untuk melihat banyak hal baru.

livingloving-decor-rumah-benih9

livingloving-decor-rumah-benih8

Tinggal di negeri orang memang tak lantas membuat mereka lupa akan akar budaya. Kami suka sekali melihat furnitur antik dan kain batik bisa berpadu serasi dengan ruangan bergaya modern di apartemen ini. Tetap memiliki napas tradisional namun dalam tampilan yang kekinian. Terima kasih Eby dan Anton sudah membolehkan kami “berkunjung” ke Rumah Benih.

livingloving-decor-rumah-benih1

Photo by: Ivan Majid, Eby & Anton
Text: Fifi Juliana Jelita


Fifi Juliana, 33 tahun. Sempat bekerja di majalah Martha Stewart Living Indonesia selama 5 tahun, kini kegiatan ibu satu putri ini berputar pada kegiatan antar-jemput anak sekolah sambil menulis lepas, membuat prakarya, dan membaca buku sastra kesukaannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.