MENYULAM RASA BAHAGIA

Menjadi ahli di bidangnya itu bukan berarti emang sudah berbakat dari dini. Buktinya, Irene Saputra atau yang akrab dipanggil ‘nengiren’ ini mengakui kalau hobi menggambarnya baru mulai ditekuni di tahun-tahun ia lagi bekerja. Merasa kesehariannya bersifat robotik, Irene mencoba cari pelampiasan lewat buku gambarnya. Makin sering dan akhirnya konsisten dikerjakan setiap hari, Irene jadi semakin semangat melengkapi koleksi ilustrasinya. Kali ini, kami punya kesempatan untuk kenal Irene lebih jauh.

Sekarang pun karya-karyanya sudah bisa dilihat dalam berbagai medium untuk fungsi-fungsi yang berbeda seperti dekorasi rumah maupun scarf. Penggunaan banyak warna membuat ilustrasinya eye-catchy dan terkesan ceria.

Deskripsikan dirimu dalam 3 kata…
Perempuan (yang) suka bermimpi. Hahaha, 4 kata, ya…

Apa sih cita-cita kamu saat kecil?
Pertama kali punya cita-cita pengen jadi tukang es campur, hahaha… Abis itu pas SD pengen jadi guru, karena bisa coret-coret kertas ujian dan kasih nilai. Buat saya kayaknya itu keren!

Sejak kapan kamu mulai mendalami bidang yang kamu jalani sekarang? Apa yang membawa kamu ke titik ini?
Ketertarikan pada ilustrasi sebenarnya sejak saya kecil, dalam bentuk cerita bergambar. Ketertarikan ini mulai terasa teramat sangat itu ketika saya bekerja. Setelah lulus kuliah, saya bekerja sebagai desainer grafis di Majalah Desain Grafis Concept. Founder-nya, Bapak Djoko Hartanto, selalu menyuapi kami dengan referensi visual yang sangat beragam, salah satunya karya ilustrasi. Meski begitu, saya belum mengeksplor diri di bidang ilustrasi. Saat itu saya merasa saya tidak berbakat di bidang itu. Paling hanya beberapa coretan kecil di sketchbook saya, itupun jauh dari kata ‘ok’.

Sampai di tahun 2011, saya mengalami krisis kepercayaan diri yang disebabkan oleh beberapa hal. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk bekerja lagi setelah sebelumnya sempat freelance, menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas baru yang sangat menyita waktu dari hari ke hari dan akhir pekan yang lewat begitu saja hanya untuk tidur lebih panjang. Karena rutinitas yang sangat robotik ini, saya merasa saya butuh pelampiasan, dan ini yang mendorong saya lebih sering ’mampir’ ke sketchbook saya. Mulai melakukan apa yang ternyata saya sukai dari dulu, hanya untuk menuangkan beberapa pikiran saya kala itu. Hari demi hari, saya merasa kegiatan menggambar ini membuat saya lebih tenang dan rileks seperti berbicara dengan diri sendiri. Buat saya, ini bentuk saya bermeditasi.

Dari proses menggambar setiap hari inilah, saya akhirnya bisa menerima dan mengekplorasi ilustrasi saya. Berkenalan dengan beberapa teman seniman dan ilustrator baru, terinspirasi oleh karya mereka, sampai beberapa tawaran untuk berkontribusi di majalah fashion. Semua itu sangat membuat saya lebih giat lagi untuk berkarya. Setidaknya wadahnya bukan hanya di sketchbook lagi.

Apa hal yang paling kamu sukai dari berkreasi? Apakah perasaan yang didapat selama proses di baliknya, hasil akhirnya, atau mungkin hal lain?
Menciptakan sesuatu adalah kegiatan yang paling saya sukai. Karena saya orangnya suka berkhayal, jadi saya pengen imajinasi itu bisa menjadi nyata. Buat saya berkarya itu sama seperti meditasi. Momen di mana saya bisa berdiskusi dengan diri sendiri dan menciptakan ruang kosong yang tenang. Dari proses inilah saya bisa lebih mengenal, mencintai dan menghargai diri saya sendiri. Saya percaya ketika kita berkarya atau menciptakan sesuatu, di situlah kita menjadi serupa gambaran Tuhan, Allah Yang Maha Kreatif.

Apakah kamu punya illustrator favorit dan apa yang kamu sukai dari karya-karyanya?
Sebenarnya banyak! Mungkin beberapa di antaranya seperti Miss Van, Audrey kawasaki, Julie Verhoeven, James Jean dan yang terbaru saya suka Nimura Daisuke.

Ada nggak kutipan yang menginspirasi atau memotivasi kamu dalam mengerjakan hal yang kamu sukai ini?
Kutipan dari Keith Haring, “My contribution to the world is my ability to draw. I will draw as much as I can for as many people as I can for as long as I can.”

Biasanya tools apa saja yang kamu gunakan selama proses menggambar dan berkreasi?
Awal berkarya dulu suka banget pakai media kertas, drawing pen dan spidol. Lalu setelahnya masuk ke era cat air dan pensil, lalu lanjut lagi ke pensil aja. Kalau belakangan ini lagi suka banget dengan media kain dan benang, juga digital dengan penggunaan AdobePhotoshop dan Wacom Pen.

Apa saja yang kamu sukai dari meja kerjamu?
Semua yang saya butuhkan untuk berkarya ada di sekitar saya dan areanya dapat sinar matahari yang cukup.

Apakah ada obyek, peralatan atau ritual yang nggak bisa kamu lewati setiap harinya?
Beberapa waktu yang lalu membiasakan satu hari bikin satu karya kecil berupa handmade patch, tapi karena ada deadline kerjaan yang lain, akhirnya belum bisa jadi ritual. Hmm… mungkin kegiatan yang nggak bisa dilewatin setiap hari adalah minum teh!

Apa sih ilustrasi yang menjadi ciri khas nengiren dan kenapa memilih konsep tersebut?
Perempuan dengan wajah muram dan cenderung datar ekspresinya. Saya tertarik dengan perempuan sebagai objek gambar saya karena banyak yang bisa di eksplor, seperti ekspresi dan detail di pakaiannya. Untuk ekspresi wajah, saya lebih nyaman menggambarkan perempuan yang berwajah murung atau ekspresi datar, seperti ada sesuatu yang ingin mereka sampaikan tapi tidak jelas itu apa dan orang lain hanya bisa menebak.

Ada pengalaman menarik apa saja saat kamu mulai sharing karyamu di sosial media atau saat memulai mengadakan workshop di berbagai tempat?
Pengalaman menariknya lebih seperti banyak bertemu dan berdiskusi dengan banyak orang baru dengan kesukaan dan keingintahuan akan hal yang sama. Melihat antusiasme mereka ikutan workshop, yang setelahnya dilanjutkan di rumah dan hasil akhirnya ditunjukkan ke saya. Saat mereka berterima kasih itu bikin terharu. Saya bukan orang yang bisa berkomunikasi dengan baik di depan orang banyak, tapi dengan sesi workshop saya seperti belajar mengatasi ketakutan saya dalam berbicara di depan umum. Justru kadang saya yang belajar, seperti dapat ilmu baru di tiap pertanyaan yang mereka lontarkan.

Gimana awalnya muncul nama nengiren?
Hahaha, jujur saya bukan berasal dari Bandung. Dulu sempat ada media yang menuliskan seperti itu, padahal suara saya medok Surabaya banget! ‘Neng Iren’ awalnya panggilan sayang dari temen-temen jaman di kampus. Sampai lulus dan pindah ke Jakarta lagi, selalu dipanggilnya neng. Sampai pada waktu mulai menggambar, pakai nama ‘nengiren’ biar lebih singkat nulisnya daripada nulis ‘Irene Saputra’.

Dari semua tokoh atau karakter yang sudah kamu buat, yang mana yang paling berkesan untukmu dan kenapa?
Mungkin klise, tapi semua karya punya kesan sendiri-sendiri. Tiap saya menggambar, saya merasa sedang ngobrol dengan objek yang saya gambar. Jadi setiap karya seperti punya sisi emosionalnya sendiri-sendiri. Mungkin karya untuk pameran di ArtOtel dan sepatu TOMS lumayan emosional buat saya pribadi. Pertama kalinya menyulam di media yang besar dengan waktu pengumpulan yang mepet, dan berani mengkombinasikan berbagai teknik ikat-ikat untuk detail bajunya.

Sepatu TOMS juga seperti itu, selain emang udah sulit untuk menyulam di media sepatu kanvas, saya harus memikirkan untuk mendisplay sepatunya sesuai konsep yang saya bawa saat itu. Konsepnya traveler’s tale seperti Gulliver’s Travel yang diikat dan ditawan. Sepatunya pun saya buatkan kontur untuk pemajangannya, beberapa ujung sepatu dijahit longgar dengan benang dan dibuat seolah-olah sepatu itu terikat. Cukup emosional karena saya belajar banyak dari kedua karya itu. Bagaimana bereksplorasi di tengah deadline mepet dan cari solusinya.

Apa karakter yang paling kamu kagumi dari sosok wanita kreatif disekitarmu?
Saya selalu kagum dengan wanita yang produktif.

Berawal dari ilustrasi di atas kertas yang akhirnya diturunkan ke berbagai media lainnya, proses atau bahan apa yang paling menantang dalam berkreasi?
Semua media dan teknik punya tantangannya tersendiri. Saya sangat tertantang untuk mencoba media baru. Sempat mencoba menyulam di berbagai ukuran dan bahan kain, sepatu, papan skate dan juga tas randoseru. Semua proses trial and error yang dilewati seperti kasih banyak masukan ke saya. Saya jadi lebih sensitif terhadap karakter material yang sedang digunakan, bagaimana material itu nyaman untuk direspon. Kalau ditanya pengalaman apa yang paling menyulitkan dalam berkarya mungkin ketika merespon sepatu TOMS dengan sulaman tangan. Di beberapa bagian materialnya lebih solid dan susah untuk ditembus dengan jarum. Harus cari cara untuk tarik dan tusuk benangnya, sampe sesekali pake bantuan tang buat narik jarumnya.

Apakah rencana kamu kedepannya untuk karya-karyamu?
Lebih berani buat eksplor di gaya gambar, material dan teknik untuk berkarya. Minimal satu jam sehari meluangkan waktu buat personal project, untuk latihan. Setelah itu, bisa bikin produk lebih banyak lagi. Aamin…

Ternyata ketidak-sengajaan Irene dalam berkarya ini malah berbuahkan hasil yang bisa di-share ke teman-teman yang lain lewat berbagai workshop yang dia adakan sekarang ini. Dengan ketekunan berlatih setiap hari, cara meditasinya ini menjadi creative output yang keren banget. Setiap karyanya pun nggak ada yang sama detilnya!

Berkarya dengan teknik menyulam ini bisa kamu coba di Living Loving Class: Embroidered Portrait bersama Neng Iren bulan depan di studio Living Loving. Nantinya kamu bakal ditunjukin cara menyulam di atas permukaan tote bag. Untuk yang bukan morning person, nggak perlu khawatir karena kelas ini ada sesi di sore harinya juga, hehehe… Pendaftaran workshop bisa melalui shop Living Loving, let’s have a productive weekend!

*semua foto milik Irene Saputra


img

Ibu satu anak yang suka mempercantik rumah. Sebelumnya bekerja sebagai desainer interior di IKEA. Sangat suka menulis dan menonton film yang realistis, dan penggemar berat karya-karya Woody Allen. Kamu bisa menyapa April lewat editorial (at) livingloving (dot) net

RELATED POST

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.