
Akhir-akhir ini ketika kami mampir ke beberapa rumah yang dibahas di Living Loving. Ada satu hal menarik yang saya tarik. Rumah nggak hanya menjadi tempat tinggal yang tentunya mewakili penghuni di dalamnya, tapi rumah juga menjadi alat bagi penghuninya untuk berkembang. Rumah nggak lagi sekadar tempat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan, melainkan pemicu untuk perubahan.
Saat kami melangkahkan kaki di rumah mungil ini. Jujur saya sempat lho terpikir, “Wah, gue nggak bisa sih tinggal di rumah kayak gini…gimana ya mereka bisa menjalani kesehariannya?”. Terletak di sebuah townhouse kecil yang isinya 9 rumah. Luasan rumah Mande dan Ochy sekitar 50m2 di atas lahan 72m2.
Semua yang ada di rumah ini serba efisien dan fungsional. Seluruh barang yang eksis di dalamnya pasti dipakai oleh pasangan ini. Tak ada gudang atau penyimpanan untuk barang-barang yang entah kapan dipakai. Saya jadi makin ingin tau kenapa sih Mande merancang tempat tinggal seperti ini. Kebetulan Mande termasuk orang yang seneng ngobrol, jadi kami bisa mendapat banyak cerita, dan tentunya sebagian kami rangkum di sini.
Apakah kesibukan kamu dan istri di dalam keseharian kalian?
Saya sibuk menjadi seorang arsitek yang kantornya berada di samping rumah dan Ochy merupakan pegawai salah satu perusahaan swasta di Jakarta.
3 kata yang mendeskripsikan rumah kalian ini…
Kecil, simpel (bukan berarti nggak ada apa-apa tapi jumlah barang yang secukupnya saja), minimalis.
Konsep minimalis ini apakah sudah diterapkan sedari dulu atau mulai terpacu setelah menempati rumah ini?
Sebenarnya pada prinsipnya dari awal saya dan Ochy sempat berpikir suatu saat ingin hidup secukupnya, dan menikmati hidup sebisa mungkin. Dengan semakin minimnya apa yang kami pikirin, semakin kami bisa menikmati hidup. Nggak mau direpotin oleh segala sesuatunya. Rumah ini memacu konsep ini misal ketika kami mendesain rumah ini tanpa gudang, kami jadi nggak akan berpikir untuk menyimpan sesuatu. Minimalis bukan suatu kata benda tapi kata sifat, dari awal ingin mencoba gaya hidup yang minimalis. Dengan mind-set itu, jadilah desain rumah ini. Hasil dari pola pikir apa yang kita harapkan ke depannya.
Hidup kami sebelumnya nggak seperti ini tapi dengan rumah ini kami akan menjalani konsep hidup ini. Saat tinggal di rumah orang tua, barangnya tidak bisa diatur jumlahnya. Kalau di rumah benar-benar yang dibutuhinnya aja.. Sesimpel memilih pakaian, sebisa mungkin memilih warna yang tidak terlalu ramai, harapannya baju-baju ini bisa terpakai semua. Dengan jumlah barang yang sedikit, lebih menghargai apa yang kita punya… Overthinking dan memikirkan hal-hal yang nggak perlu itu membuang waktu…
Suasana rumah yang diharapkan saat mendesain rumah ini seperti apa sih?
Saya tipikal orang yang cerewet, senang bergaul dan ingin berada di dalam sebuah lingkungan. Tapi ketika pulang ke rumah, saya justru ingin kebalikannya dan mendapat kesan secluded. Nggak mau terganggu sama sekali dengan dunia luar, karena di dalam area ini dimana saya bisa memiliki me time. Itulah kenapa dinding yang menghadap depan nggak ada jendela. Tapi, teman saya ada yang tanya “Gimana cara orang tau kalau ada orang di dalamnya?”, akhirnya saya bikin jendela ramping mengarah vertikal supaya saat lampu interior nyala menjadi penanda bahwa ada penghuni di dalamnya. Jadi, konsep ini cukup berbeda dari rumah pada umumnya, yang bagian depannya berjendela.
Berapa lama proses pembangunan rumah ini dan adakah cerita yang menarik selama proses pembangunannya?
Pembangunannya selama 1,5 tahun. Cukup lama untuk rumah berukuran kecil seperti ini karena kontraktornya sempat melarikan diri dari proyek ini. Rumah ini menggunakan konsep co-housing dimana semua perencanaan dilakukan bersama dengan sesama pemilik rumah, termasuk pemilihan kontraktor. Kontraktor yang terpilih waktu itu adalah yang termurah, walaupun belum tentu yang terbaik. Akhirnya pembangunan diteruskan oleh kontraktor kedua karena yang pertama salah perhitungan.
Apa hal yang paling menantang selama mendesain rumah ini?
Yang paling menantang adalah mengurangi ego sendiri. Klien paling susah adalah diri sendiri. Ketika berurusan dengan orang lain, kita bisa membatasi ego mereka dengan ilmu yang kita miliki. Ketika mereka BM (banyak mau), kita bisa mengingatkan soal keterbatasan budget dan hal lainnya. Tapi kalau untuk desainer dan arsitek, wawasan akan bertambah setiap harinya selama masih berkecimpung di dalam dunia tersebut. Jadi selalu ada hal baru yang membuat saya bisa diaplikasikan dalam proyek yang sedang dikerjakan.
Di satu sisi, harus ada deadline atau batasan waktu untuk menyelesaikan proyek ini. Tapi setelah ‘menyelesaikan’ sebuah proyek, saya selalu merasa ada yang kurang dan bisa diperbaiki hasilnya.
Dari mana sih sumber inspirasi kamu saat mendesain rumah ini?
Inspirasi utama rumah ini diambil dari bentuk yang sudah familiar dari masa kecil saya, kotak dengan segitiga di atasnya. Dulu saya suka menggambar dengan standar bentuk seperti itu. Saat mendesain rumah ini, saya mengekspresikan inner-child saya.
Dari mana saja furnitur dan dekorasi yang didapatkan di dalam rumah ini?
Sebagian besar furnitur di dalam rumah ini dibuat custom untuk menghemat budget. Semua furnitur ini menggunakan lapisan HPL (High-pressured laminate) dan multipleks dengan dua pilihan warna saja, putih dan kayu. Di luar itu, kami menggunakan produk-produk IKEA karena sejauh ini desainnya mewakili konsep yang ingin saya capai di dalam rumah ini.
Apa aja kelebihan dan kekurangan dari furnitur yang dibuat secara custom?
Kelebihannya kami bisa mendapatkan furnitur yang sesuai dengan yang kami inginkan dari segi dimensi, jadi bisa disesuaikan dengan ukuran ruangan. Hasil akhirnya jadi lebih presisi. Kekurangannya adalah karena nggak dibuat secara fabrikasi jadi selalu ada cacat dimanapun itu, terlihat maupun nggak. Pembuatan secara fabrikasi lumayan menekan biaya sampai sebesar 50%, jadi furnitur custom lebih mahal. Nah, kalau kita membatasi budget supaya harga produksinya sama dengan produk fabrikasi, biasanya nggak semua sisi bidang terbuat dengan baik. Contoh, ketika membuat lemari, mereka nggak memaksimalkan bagian-bagian yang nggak terlihat seperti bagian belakang lemari.
Apakah ada fitur yang menarik di dalam rumah ini?
Dimulai dari eksterior rumah, saya memilih untuk menggunakan kerikil dibandingkan rumput supaya nggak perlu repot untuk merawatnya. Tanah dilapisi pasir dan kemudian dilapis lagi dengan paranet, gunanya supaya kerikil bisa dirapikan dengan mudah. Saya membuat kotak rumahan meteran listrik di dinding fasad untuk menutupi bentuk aslinya, supaya konsep rumah dan tampilan fasad rumah masih terjaga. Selain itu, pada area fasad nggak menggunakan lampu di bagian atap-atap tapi lampu tertanam di lantai untuk memudahkan maintenance dan pergantian lampu. Pintu masuk menggunakan material GRC (glassfibre reinforced cement) yang dilapisi semen karena saya nggak mau pintu menjadi focal point dan sebisa mungkin bisa nge-blend dengan dinding depan rumah.
Sebelum rumah ini dibangun, ada pohon di area saya membangun ruang keluarga. Saya tetap pertahankan posisi pohon jadi saya desain skylight atau bukaan pada atap untuk memberikan pencahayaan alami ke pohon tersebut. Meja makan juga cukup menarik karena bisa dilipat supaya kalau ada acara di rumah, area di dalam rumah masih bisa terasa luas.
Apa kegiatan favorit yang suka kalian lakukan bersama di dalam rumah?
Netflix and chill.
Rumah yang ideal dan terdesain dengan baik itu menurut kamu seperti apa?
Rumah yang sehat dengan sirkulasi udara dan cahaya yang cukup. Menurut saya, dua hal itu wajib. Rumah yang ideal adalah rumah yang memenuhi kebutuhan kami saat ini. Daripada membuat ruangan yang fungsinya jarang terpakai, lebih baik mengalih-fungsikan luasan area tersebut untuk fungsi lain.
Punya rencana lagi untuk rumah ini?
Rencananya setelah memiliki anak, akan ada pembangunan tahap kedua supaya dia punya kamarnya sendiri. Salah satu lemari di dalam kamar kami bersifat knockdown dan bisa dilepas-pasang, sehingga area tersebut akan diperluas menjadi sebuah lorong untuk menuju ke kamar anak. Struktur dinding sudah disiapkan untuk mendukung penambahan ruang yang akan terletak di atas halaman belakang.
Klik video di bawah ini untuk tur singkat di dalam rumahnya…
Terima kasih Mande dan Ochy sudah membuka pintu rumahnya buat kami. Saya semakin yakin deh sekarang kalau kebiasaan itu sangat bisa dibentuk dan diubah dari rumah. Semoga mimpi kalian akan rumah ini terwujud dengan lancar, ya!
Leave a Reply