Hari Kamis malam lalu saat menjelang tidur, seperti biasa saya membuka beberapa aplikasi di HP yang ada notifikasinya. Salah satunya Timehop. Pas saya buka, eh ada post yang saya unggah di Instagram sekitar dua tahun lalu. Ngebahas tentang masa-masa di usia 20an. Tadinya mau sekadar capture trus dipost lagi aja di fitur Story-nya Instagram. Tapi abis itu mikir.. Hmm, temen-temen yang follow saya di Instagram tuh kebanyakan umur 20an atau 30an, ya?
Jangan-jangan nanti saya post beginian malah nggak banyak yang ngerasa nyambung. Haha. Terus, mikir lagi (iya, anaknya emang kebanyakan mikir).. Kalau temen-temen yang umurnya mirip sama saya alias 30an tuh kalau disuruh mikir masa mereka pas masih 20an dan bisa kasih pesan buat mereka yang masih ngejalanin era penting ini mau nggak, yah? Lalu, iseng lah saya bikin pertanyaan terbuka di story Instagram.
Eh, ternyata gayung bersambut.. Ada beberapa yang balas. Jadi, saya ketik ulang dan post lagi aja deh kiriman pesan teman-teman 30an ini untuk dibaca teman-teman 20an. Terus tidur, deh. Sekitar tiga jam kemudian saya terbangun. Pas cek HP. Lah, kok mbrudul banget ini petuah-petuah dari para senior 30an. Ada yang bijak, ada yang tampaknya 95% curhat 5% nasihat. Hahahaha.
Beberapa saya ketik ulang dan post, lalu saya tidur deh sampai pagi seperti biasa. Ternyata besoknya sampai hari ini hashtag #30anuntuk20an yang saya buat masih nonstop dibagi oleh temen-temen di Instagram. Banyak banget yang kirim pesen, jadi pas waktu santai saya usahain buat ketik ulang satu per satu dan post lalu saya arsipkan di bagian Highlight supaya mereka yang baru buka Story saya bisa ngikutin dari awal.
Saya sejujurnya lumayan kaget ternyata banyak temen yang merasa “nyambung” banget dengan bahasan ini. Biasanya, ini sering jadi topik utama saya kalau lagi ketemu santai sama sahabat-sahabat saya aja. Ngebahas lika-liku kehebohan masa-masa kami ngejalanin umur 20an. Buat saya, dekade ini penting sih di hidup saya. Bukan berarti dekade lain nggak lebih baik, lho. Apalagi ya saya baru ngejalanin hampir 4 dekade. *sungkem dulu buat yang 40an keatas*. Tapi menurut pengalaman saya dan buat sebagian orang (dari yang saya temui atau sekadar tau ceritanya).. umur 20an memang banyak diisi momen penting.
Kalau secara umum.. ya, dari mulai lulus kuliah (kalau yang sekolah), perjuangan menyelesaikan kuliah kan memorable banget. Nggak sekali dua kali saya dengerin drama soal beresin skripsi/tugas akhir. Trus biasanya di umur segini tuh pekerjaan masuk faktor penting hidup. Baru kenal deh sama karir office life (kalo yang ngantor), dari mulai pekerjaannya sendiri sampai pergaulannya. Ada yang ngerasa dari awal udah yakin dan happy sama pilihannya, ada yang baru sadar “kayaknya ini bukan yang gue cari, deh”.
Belum lagi urusan HUBUNGAN, ya kaaan? Tingkatnya kan udah bukan cinta ABG lagi, urusannya rata-rata udah soal menikah. Banyak yang jadi menikah. Tapi nggak sedikit juga yang nggak. Buat yang mau dan sudah menikah juga bukan berarti hidupnya jadi aman damai sentosa. Pokoknya ada aja lah isunya, dan nggak akan ada abisnya. Ya, saya aja dan temen-temen 30an ini masih suka ngebahas. Hashtag ini jadi bikin kami mikirin kehebohan, kebodohan, kegalauan, prestasi, dan segala keputusan penting yang kami buat di masa itu.
Masa 20an saya sama kok kayak (sebagian dari) kamu, kayak roller coaster. Waktu umur saya di 20 awal, saya bener-bener mikir kalau saya akan ngejalanin hidup yang linier seperti banyak orang bilang. Soalnya dari kecil tuh hidup saya bisa dibilang lurus-lurus aja. Jadi saya pikir itu juga yang akan saya dapatkan nantinya. Ternyata saya salah. Banyak banget yang harus saya lewati. Topik-topik utama yang saya bahas sebelumnya tadi.. saya juga melewatinya dengan banyak drama. Dulu, saya sampe sempat mikir.. What have I done to deserve this? Karena saya merasa pikiran dan hidup saya lurus-lurus aja. Ya, mungkin karena saya kayak gitu jadi dikasih jalannya lumayan berliku dan saya ngejalaninnya juga banyak shocked-nya, sering sedihnya, bahkan pernah sampai tahap “Kok kayaknya gue mati rasa, deh”.
Ada masa-masa dimana saya cukup nyaman buat ngobrol sama teman-teman dekat buat curhat. Ada juga masa saya bahkan nggak ada motivasi untuk keluar kamar. Nggak pengen ketemu orang, karena saya nggak yakin curhat bisa jadi solusi atau bikin saya merasa lebih baik. Saya pernah merasa gagal. Gagal banget… Dan meski saya sudah memilih buat bercerita ke orang-orang terdekat, sebenarnya masih banyak yang saya simpan sendiri karena saya malu. And somehow it consumed me from the inside. Orang-orang sekitar saya mungkin melihat saya bisa ngejalanin semua cobaan itu dengan cukup baik. Ya, ada masa-masa labil.. tapi nggak sampai kebablasan dan nyusahin orang. Jadi mereka melihat saya baik-baik aja. Akhirnya, di masa 20an ini juga saya mengambil keputusan-keputusan penting dan mendapat kebahagian seperti menikah, punya anak, dan mendirikan Living Loving..
Mereka mungkin nggak tau kalau menulis menyembuhkan saya. Saya baru paham sekarang kenapa sejak kecil saya (diberi kenikmatan) suka menulis. Kalau orang-orang bisa meredakan masalahnya atau dapat solusi karena bercerita atau berinteraksi dengan orang lain, tampaknya saya tipe yang justru harus banyak berkomunikasi dengan diri sendiri. Menulis apapun yang ada di kepala membuat saya jadi lebih tau apa yang sebenarnya saya rasakan dan pikirkan. Menulis membantu saya merunutkan pikiran. Menulis menjernihkan saya. Dan akhirnya.. menulis menguatkan saya. Jadi, kalau waktu dulu.. saya banyak menulis di blog saya. Itu hasil dari obrolan saya dengan diri sendiri yang akhirnya saya tulis.
Mungkin nggak semua orang merasa bisa menulis. Saya juga nggak akan bilang kalau menulis satu-satunya solusi supaya bisa ngejalanin hidup jadi lebih tenang. Tapi apapun metodenya, tampaknya memang semuanya kembali ke diri sendiri. We have to find our own way to cope and deal with our issues by ourselves. Kemarahan, kekecewaan, dan kesedihan itu hanya bisa diterima dan direspon oleh diri kita sendiri. Seperti memaafkan. Memaafkan (orang lain) nggak akan terjadi kalau tidak dimulai dari diri kita sendiri. Jadi, paling nggak buat saya, penting untuk bisa menerima, berkomunikasi dan berpegangan dengan diri kita sendiri karena itu yang akan kita bawa saat menjalani hari-hari kita.
So, relax..enjoy the ride and give yourself a chance to feel, to think, to stop..
Last but not least, saya mau memberikan salah satu tulisan yang saya buat delapan tahun lalu. Masa yang juga titik balik di kehidupan 20an saya. Masa dimana saya bahkan nggak bisa membayangkan kalau saya berada di titik ini sekarang, dan saya rasanya pengen kasih pelukan super hangat dan lama buat diri saya yang sedang menulis ini waktu itu.
Your Life Is Not Going To Be Normal, Dear
Andaikan kejadian-kejadian buruk yang terjadi di hidup kamu bisa kamu hapus secara permanen. Apakah kamu akan mengambil pilihan itu? Mungkin saat kondisi di bawah, kita pernah berpikir,
“Kalau boleh memilih, aku memilih untuk tidak bisa mengingat semua kejadian buruk dan konsekuensi menyakitkan dari kejadian itu”.
Mungkin di antara hari-hari yang memberi kita energi untuk tertawa atau tersenyum, kadang di beberapa jeda kita masih berpikir,
“If I could turn back time, I’d prefer not to get into those thing that had made me feel worse”.
Masih ingat film yang dibintangi Jim Carrey dan Kate Winslet, ‘Eternal Sunshine of The Spotless Mind’? Film itu mempertanyakan bagaimana jika semua kekecewaan, kemarahan dan sakit hati bisa dihapus.
Apakah hidup akan bisa normal?
Seringkali, saat kekacauan terjadi sikap pertama kita adalah menyalahkan. Menyalahkan oknum-oknum yang ikut andil dalam situasi itu. Menyalahkan kondisi yang tidak adil. Hingga yang terakhir adalah menyalahkan diri sendiri, dan itu yang sering terasa berat karena nggak ada yang lebih sulit selain melawan diri kita sendiri. Kenapa sulit? Karena jangankan orang lain, bahkan kita sendiri kadang belum mengenal diri sedalam itu. Ditambah dengan kekecewaan dengan diri sendiri, semakin sulitlah kita untuk menerima diri kita. Apalagi mengenalnya lebih baik dan memaafkannya.
Seorang sahabat pernah bicara kalau ia rasanya ingin operasi cuci otak atau dihipnotis saja supaya dia nggak perlu lagi hidup dengan kemarahan dan kekecewaan. Seorang lagi pun beberapa kali pernah bicara andaikan kejadian A tidak terjadi, mungkin ia sudah hidup lebih baik sekarang. Kalimat-kalimat ini bukan keluar dari seseorang yang sulit berteman dan nggak berhasil di karirnya, lho. Kalimat-kalimat ini muncul dari sosok yang dikenal menyenangkan dan punya karir yang bikin sekitarnya iri. Melihat ini saya jadi tersadar bahwa semesta memang adil dengan caranya sendiri. Semua orang punya rejekinya masing-masing. Materi lebih dari cukup, penampilan menarik, pekerjaan sukses atau teman-teman super banyak adalah rejeki. Namun semua orang juga punya problemnya masing-masing, entah itu yang berasal dari dirinya sendiri atau dari orang sekitar dan lingkungannya.
It’s just the way it is.
Mau beratus kali kita bertanya ke orang-orang atau ke diri sendiri, “Kenapa ini harus terjadi sama gue?”, nggak akan ada jawaban yang tepat. Nggak akan ada jawaban yang memuaskan hati. Nggak percaya? Coba deh praktekin :)
Kalau kata salah satu lagu Pet Shop Boys, “Se a vida é. That’s the way life is”. Mungkin kalimat itu terdengar seperti keluar dari pikiran yang malas untuk menganalisa situasi lebih dalam, tapi kita perlu memahami kalau yang namanya hidup itu jauh lebih besar dari kita. The universe is bigger than us and sometimes it leaves us with questions. Unanswered questions. Why? Because it’s just the way it is.
Lalu, gimana caranya supaya kita bisa ngejalanin hidup dengan tenang-aman-damai-tanpa-kekacauan-kecil-dan-besar-yang-bikin-kita-marah-sedih-kecewa-takut? Jawabannya TIDAK ADA, karena begitulah hidup yang sudah, sedang dan akan kita jalani. Kadang kita berhasil, kadang kita keliru, kadang kita terhanyut, kadang kita bahagia, kadang kita bingung, kadang kita menunggu. That’s life.
Mungkin cara yang paling ampuh adalah dengan mengingat hal-hal baik yang pernah terjadi. Apa saja yang membuat kita happy. Bahkan sesuatu yang kecil sekalipun. Bahkan kalau perlu coba deh benar-benar ditulis. Ambil kertas dan pulpen sekarang dan buat daftar hal-hal yang kita senangi. Dari yang sangat sederhana hingga yang sangat besar. Setelah itu, tulis cita-cita dan hal-hal yang selama ini ingin dilakukan. Cita-cita bukan hanya milik anak-anak, kok. Tidak ada kata terlambat untuk punya cita-cita. Membuat dua daftar ini selain membuat kita jadi menyadari bahwa ada begitu banyak hal di hidup yang patut kita syukuri dan raih, juga membuat kita semakin mengenal dan memahami diri kita.
Ya, kita pernah mengalami hal buruk. Kita sering melakukan kesalahan. Kita terjatuh dan terjatuh lagi. Namun hidup bukan hanya tentang bertahan dan mencoba berjalan lagi. Hidup juga tentang bersyukur dan memberi arti. Bersyukur dengan semua hal baik yang kita miliki, baik yang besar maupun yang kecil. Sesederhana kita bisa meminum segelar air putih setiap pagi. Memberi arti dengan mewujudkan impian diri kita.
Life is not going to be normal, IF your version of ‘normal life’ means a life without the down sides. Sama seperti rejeki dan bahagia. Musibah dan kesedihan juga bagian dari hidup. Kita hanya perlu menerima, memahami dan menjalaninya. Namun jika kita ingin mengisi hidup.. Go make a list, embrace your life and the ones you love and chase your dreams.
Sekali lagi, ini hanya salah satu kemungkinan solusi. Solusi tidak bersifat absolut, dan setiap individu punya caranya masing-masing. That’s life. It’s just the way it is. we live and we learn : )
–
Versi cetak di majalah Cleo, Juni 2010
Bintaro, awal April 2010
Raiha Elektra
27 February
kaaaak,both of you terlihat masih muda yaak :”D
btw terimakasih artikel-artikel yang snagat bermanfaatnya
Nike Prima
26 February
Terima kasih banyak, Raiha. :*
Yeni Belawati
28 February
hai nikkeeee, dari yang 20-an iniiiii.
huhuuuu aku kok mellow yaaa bacanya, tapi di ending semangat lagiiii.
Alhamdulillah nemu artikel ini pas lagi down down nyaa
thank youu, love
Nike Prima
26 February
Peluuk..semoga sekarang nggak mellow lagi yaa
adynura
4 March
Simply love the artIcle.
umaje anjar
19 March
pernah kepikiran ingin bertanya dan memahami hidup kepada orang yang lebih tua umurnya dari pada kami #20an ditunggu artikel selanjutnya ya mba
fenny
20 February
terima kasih untuk berbagi cerita, sangat inspiratif
saya termasuk orang yang lebih senang menulis dibanding harus bercerita dengan orang lain (curhat)
Nike Prima
26 February
Hai, Fenny. Sama kok. Kadang aku bisa curhat langsung ke orang lain, tapi seringnya aku langsung menuangkan ke tulisan. Memang sudah jadi kebiasaan sejak kecil juga..dan rasanya setelah menulis, selain lebih lega juga jadi lebih memahami situasinya.
Shabrina Alyani
26 March
Halo kak. Aku suka deh baca artikel ini. Hangat rasanya. :)
Terima kasih karena sudah berbagi!
Niki
7 September
Tulisan pertama yang aku baca dari livingloving. setelah sharing session di Abraham&smith semalam! salam kenal kak nike, xoxo
Nike Prima
9 September
Haii Niki, salam kenal, yah! :D